Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Tiap pemerintahan, dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki pengelola keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan perekonomian di pemerintahannya. Pengelolaan keuangan pemerintahan disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.

Sebagai bagian dari suatu pemerintahan, Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam suatu negara untuk melakukan pembangunan perekonomian. Pembangunan ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Peranan vital Kementerian Keuangan adalah mengelola keuangan negara dan membantu pimpinan negara dalam bidang keuangan dan kekayaan negara. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dapat dikatakan sebagai penjaga keuangan negara (Nagara Dana Raksa).

 

Sebelum Kemerdekaan

Pengusiran Portugis oleh Belanda menjadikan Belanda mempunyai tempat untuk menancapkan kukunya di Hindia Belanda, dengan melimpahkan wewenang kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). VOC, yang pada saat itu dipimpin oleh Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen (1619-1623 dan 1627-1629), diberi hak octrooi yang salah satunya adalah mencetak uang dan melakukan kebijakan perekonomian. Sejak tahun 1600-an, VOC mengeluarkan kebijakan untuk menambah isi kas negara dengan menetapkan peraturan verplichte leverentie (kewajiban menyerahkan hasil bumi pada VOC), contingenten (pajak hasil bumi, pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah agar harganya tinggi, dan preangerstelsel (kewajiban menanam pohon kopi).

Pada bulan maret 1809, setelah menjual tanah weltevreden, pemerintahan Daendels memutuskan membangun sebuah istana yang berhadapan dengan lapangan parade Waterlooplein. Istana ini rencananya digunakan sebagai pusat pemerintahan dan dipakai untuk kepentingan gubernur jenderal, dalam rangka pemberian kebijakan. Selain itu, gedung ini juga difungsikan sebagai tempat tahanan.

Sebagai pengganti Daendels, Gubernur Jansen kurang menaruh perhatian pada pembangunan gedung, sehingga selama masa jabatannya pembangunan gedung itu terlantar.

Kemudian, pembangunan istana ini dilanjutkan oleh Letnan Kolonel J.C Schultze, perwira yang berpengalaman membangun gedung Societet Harmonie di Batavia. Namun, pembangunan istana sempat terhenti karena Hindia Belanda beralih kekuasan ke Inggris.

Pemerintahan Inggris melalui Thomas Stamford Raffles (1811-1816) mengeluarkan kebijakan baru dengan nama Landrent (pajak tanah), dengan mengubah pola pajak bumi yang diterapkan Belanda sebelumnya. Harapan Raffles mengeluarkan kebijakan tersebut, agar masyarakat Hindia Belanda memiliki uang untuk membeli produk Inggris. Pada intinya adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan dan menyerap hasil produksi oleh penduduk. Kebijakan yang dilakukan Raffles mengalami kegagalan karena tidak adanya dukungan dari raja dan bangsawan setempat, dan penduduk kurang mengerti mengenai uang dan perhitungan pajak.

Hindia Belanda kemudian dikuasai kembali oleh Belanda setelah melalui kesepakatan Inggris- Belanda. Pada periode ini, perbaikan perekonomian mulai dilaksanakan. Jenderal Du Bus (1826), sebagai Gubernur Jenderal pada masa itu, melanjutkan pembangunan istana tersebut dengan bantuan Ir. Tromp, yang selesai pada 1828. Bangunan tersebut digunakan sebagai kantor pemerintahan Hindia Belanda, yang diresmikan sendiri oleh Gubernur Du Bus. Di tahun yang sama, Du Bus juga mendirikan De Javasche Bank dengan alasan kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran.

 

Pada tahun 1836, atas inisiatifnya, van Den Bosch mulai memberlakukan cultuurstelsel (sistem tanam paksa) yang bertujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang memiliki permintaan di pasar dunia. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka mengenalkan penggunaan uang di masyarakat Hindia Belanda. Cultuurstelsel dan kerja rodi (kerja paksa) mampu mengenalkan ekonomi uang pada masyarakat pedesaan. Hal ini dilihat dengan meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi. Reformasi keuangan sudah berkali-kali dilakukan, tetapi belum menghasilkan keuangan yang sehat.

 

shadow